July 31, 2012

Kembali ke Rumah

Sudah hampir 2 bulan gue menetap di Bandung. Yah emang sih gue orang Bandung, tapi beberapa tahun ini gue bermigrasi ke Depok karena alasan akademik. Nah, karena aktivitas akademik gue sedang vakum (tepatnya gue mem-vakum-kan diri), jadilah gue memutuskan untuk pulang kampung ke Bandung, daripada di Depok tanpa melakukan apapun selain bermalas-malas dengan teman sekamar  dan menunggu si pacar pulang kantor.

Mungkin inilah waktu terlama gue pulang di Bandung sejak 4 tahun belakangan ini. Biasanya gue hanya pulang pada saat weekend, liburan alih semester dan liburan alih tahun ajaran. 

Dan... ada beberapa hal yang berubah di rumah ini, di Bandung ini. 

Well, sedikit berubah sih. Beberapa bulan lalu si Papa membeli TV plasma lengkap dengan sound system nya. Dan gue lega karena si tua Hitachi 21" itu akhirnya pensiun juga setelah bertahun-tahun gue memusuhi TV tua tersebut karena gambarnya ilang-timbul. Dan pergantian TV ini berhasil membuat gue betah di depan TV selama berjam-jam. Kayaknya perubahan drastis di rumah hanya ada ini aja... disamping peristiwa-peristiwa kecil lainnya.

Bandung.... ya sedikit berubah. Kendaraan makin banyak dan ternyata Bandung mulai macet ya. Apalagi di pagi hari. ERGH.

Bandung adalah sebuah kota kecil yang kemana-mananya bisa dicapai hanya dengan menggunakan kendaraan umum dengan waktu yang cukup singkat. Kebetulan daerah rumah gue deket terminal, karena itu juga aksesnya gampang jika ingin bepergian.

Dulu, daerah gue ini (antara Jl. Suci dan Cicaheum) ngga macet. Sekarang buset macetnya. Selain bertambahnya voluma kendaraan, mecet ini juga disponsori oleh tidak berfungsinya lampu lalu lintas di beberapa perempatan vital. Cobalah pagi-pgi lewat perempatan cimanuk-suci atau cikutra. CHAOS!!

Semuanya berubah. Yah tapi perubahan itu pasti terjadi kan ya? Jadi gue hanya bisa mengeluh, menggerutu, menyalahkan pemerintah, mengutuk diri sendiri kenapa tidak pergi lebih pagi dan berkhayal betapa enaknya kalau ngga macet.

Bandung juga tambah panas, tapi masih tahap bisa ditolerir. Tahap tidak ditolerir itu ketika panasnya menyamai Jakarta dan sekitarnya. Saat ini Bandung lagi musim kemarau. Musim kering. Terik pada siang hari dan (terkadang) dingin pada malam hari. Kata koran beberapa hari lalu sih suhu terendah Bandung mencapai 15 derajat celcius. Wuiiii. Hal ini mendekati rekor terdingin Bandung yaitu 12 derajat celcius pada tahun 70an (kalau ngga salah ya...). Hal ini menyebabkan kurangnya pasokan air (gue masih pakai air yg mengalir dari gunung), keruhnya air dan keringnya kulit muka gue (penting, karena wajah adalah aset).

Tempat makan di Bandung juga makin banyak, dan juga makin homogen. Banyak kafe berkonsep dan bermenu sama (yang tetep aja penasaran untuk dikunjungi). Thats why berat badan gue juga bertambah. Hahaha.

 Walaupun begitu, gue seneng bisa kembali pulang ke rumah dalam jangka waktu panjang. Gue kangan kasur empuk dan guling kucel ileran favorit gue. Gue suka ketika makanan sudah terhidang di meja makan, bukan dari deliveri service KFC. Gue suka ketika adik bungsu gue menanyakan PR bahasa inggris dan menanyakan apa bahasa inggrisnya 'kulit'. Gue suka udaranya, yang sudah sejuk tanpa bantuan AC. 

Tapi gue juga ngga suka.... (banyak deh pokoknya). 

Kadang gue pengen pulang dan tinggal lama di rumah, ada kalanya gue pengen meninggalkan rumah ini. Tapi, sekarang ini, detik ini, at the moment, I'm so glad to be home again.

CIAO!!

No comments:

Post a Comment